Naskah Syekh Abdurrauf al-sinkili
Oleh:Abdul Basit,S.Pd.I
I. Pendahuluan
Tahqîq adalah sebuah upaya untuk mengkaji sebuah manuskrip, hingga manuskrip tersebut dapat disalin dengan tulisan yang lebih mudah dibaca dan dipahami. Dengan begitu isi naskah tersebut siap untuk dicetak dalam jumlah yang lebih banyak.
Salah satu manuskrip karya ulama Nusantara adalah kitab Mawã’izh al-Badî’ yang ditulis Syekh ‘Abdurraûf al-Sinkeli dari Aceh, naskah ini berisis ajaran tentang akhlak atau tasawuf.
II. Syeikh Abdurraûf Al-Sinkili
Syeikh Kuala atau Syeikh Abdurraûf al-Sinkeli dikenal sebagai pembawa tarekat Syatariyah ke Indonesia. Ia seorang ulama profilic (produktif) dalam menghasilkan karya intelektual. Konon sewaktu bencana tsunami di Aceh tahun 2004, ada sesuatu peristiwa di luar nalar. Orang-orang yang berkumpul di makam Syeikh Kuala, luput dari amukan air bah yang dahsyat, padahal letak makam tersebut berada di pinggir pantai. Tentu saja cerita ini menjadi buah bibir masyarakat kala itu, bahkan ada yang mengkeramatkannya, Syeikh Kuala memang tokoh yang dihormati dan mempunyai pengaruh hingga sekarang.
Syeikh Kuala memang bukan nama asing bagi masyarakat Aceh saja, tetapi dikenal di se-antero ranah Melayu, dan dunia Islam International. Syeikh Kuala atau Syeikh Abdurraûf Singkel adalah tokoh tasawuf juga ahli fikih yang disegani. Lelaki asal Sinkel, Fansur Aceh Utara ini dikenal sebagai salah satu ulama produktif. Karyanya banyak mulai tasawuf hingga fikih, pengaruhnya sangat besar dalam perkembangan Islam di Nusantara. Tak salah kalau menghormati jasanya namanya diabadikan menjadi nama Universitas di Banda Aceh.
Prof. Dr. Azyumardi Azra menyebutnya, sebagai Syekh Abdurraûf salah satu orang yang bertanggung jawab dalam membuka jaringan ulama Nusantara di dunia internasional .
Kitabnya yang berjudul Umtad Al- Muhtajîn, membuka mata kita bagaimana Syeikh Kuala membangun jaringan intelektualnya. Gurunya tersebar dari Yaman, Qatar, Aden hingga dataran Hejaz. Ia belajar tidak hanya ilmu "lahir” saja tetapi juga ilmu"batin". Kemasyuhrannya dalam penguasaan dua ilmu tersebut melahirkan banyak karya yang sampai sekarang masih menjadi bahan rujukan para ulama maupun cerdik pandai.
Patut disayangkan catatan tentang kehidupannya sangat minim, kalaupun ada hanya sejarah lisan saja, dan sedikit komentar dalam karya-karyanya. Dalam ensiklopedi Islam disebutkan bahwa, Syeikh Kuala lahir di Singkel pada tahun 1035 H, nama kampungnya ini kemudian melekat pada dirinya. Nama aslinya Abdurraûf., dalam dunia ulama Melayu atau Jawi namanya disebut sangat panjang, yaitu Syeikh Abduraûf al Jawi al -Fansuri al- Sinkeli. Biografi ulama yang satu ini hanya bisa dilihat sekilas saja, itupun hanya sepotong tulisan dalam berbagai kitabnya. Riwayatnya sebatas bagaimana ia belajar dengan beberapa guru. Tidak secara spesifik menyebutkan tentang biografinya.
Banyak karya yang dihasilkan oleh beliau, ada 21 kitab yang telah dihasilkan beliau, yang terdiri dari 1 kitab tafsir, 2 kitab hadis, 3 kitab fiqih dan sisanya kitab tasawuf. Syeikh Abduraûf menulis dalam bahasa Arab dan Melayu, kitab tafsirnya yang berjudul Turjumãn al- Mustafîd, diakui sebagai kitab tafsir pertama yang dihasilkan di Indonesia dengan bahasa Melayu. Mir’at al- Tulãb fi Tahsîl Ma’rifat Ahkãm al- Syar’iyyah lil Mãlik al-Wahhãb merupakan salah satu kitabnya di bidang ilmu fiqih, di dalamnya memuat berbagai persoalan fikih Madzhab Syãfi’e, kitab ini juga menjadi panduan para qadi di kerajaan Aceh.
Di bidang tasawuf, karyanya antara lain Kifãyatul al- Muhtajîn, Daqãiq al Hurûf, Bayãn Tajalli, Umdat al Muhtajîn dan Umdat al- Muhatajîn Sulûk Maslak al- Mufridîn. Kitab yang terakhir ini merupakan karya terpenting Syeikh Abduraûf. Kitab Umdat al- Muhtajîn Sulûk maslak al -Mufridîn terdiri dari tujuh bab, isinya memuat antara lain memuat tentang zikir, sifat-sifat Allah dan Rasul-Nya dan asal usul mistik di akhir buku dicantumkan tentang sedikit riwayat hidupnya. Syeikh Abduraûf wafat pada tahun 1643 dan dimakamkan di Kuala (muara) Banda Aceh, hingga kemudian makamnya dikenal dengan makam Syeikh Kuala.[1]
III. Deskripsi Naskah (hal. 49-50).
Naskah ini dalam bentuk foto copy dan tidak utuh, oleh sebab itu sulit untuk menggambarkan secara sempurna keadaan naskah.
Naskah bertuliskan huruf Arab melayu, tidak diketahui tahun penulisan, untuk setiap halaman terdiri dari 17 baris, dengan kurang lebih 12-13 kata perbaris, setiap halaman menggunakan nomor, sedangkan judul berada ditengah kalimat dengan bahasa Arab dan ditulis dengan warna tinta merah, hal ini diketahui karena hasil foto copynya nampak kabur, dan ditulis lebih besar dari kalimat biasa.
Bentuk tulisan secara umum jelas, mudah dibaca, namun karena adanya penggunaan huruf yang sama untuk dua huruf Indonesia yang berbeda atau beberapa kata, cukup menyulitkan pembaca untuk membedakan antara keduanya, sehingga bisa menjadi salah paham dan pengertian.
IV. Gambaran Umum Isi Naskah (hal.49-50)
Dalam dua halaman ini berisi sabda Nabi Muhammad saw yang mengatakan tentang beberapa hal; pertama, seorang hamba tidak akan sempurna dalam hidup, kecuali dia berilmu, beribadah dan beramal serta berakhlak, (hal.49). Kedua, untuk mendapatkan surga seorang hamba harus taat kepada Allah, baik ia seorang hamba sahaya ataupun seorang yang terhormat, sebab jika tidak, maka dia akan mendapat ganjaran sebaliknya dari Allah swt, yaitu berupa neraka (hal.49). Ketiga, Allah akan memberi seribu rahmat dan seribu ampunan, serta pahala seperti orang yang berhaji dan berumrah, bagi orang yang menghormati dan menjamu tamu (hal.49-50). Keempat, naskah (halaman 50) ini, berisi tentang cerita seorang sufi yang terkenal dengan paham wihdatul wujûd dan maqãm fanã, yaitu Abu Yazîd Al-Busthãmy, disini beliau mengadu kepada tuhan di Ka’bah bagaimana agar selamat agama dan iman.
Sabda Nabi saw yang tertera, ataupun yang semakna dengan apa yang ada dalam naskah ( hal.49-50) ini, tidak (belum) penulis temukan sanad dan matannya, walaupun sudah berusaha berulang kali membuka dan mencari di perpustakaan atau dari al-maktabah al-syãmilah, seperti; kutub al-mutûn, kutub al-takhrîj, syurûh al-hadîst, dan kutub al-akhlãk wa al-riqãq, namun hasilnya, nihil !.
V. Metode
Naskah yang ada ditangan penulis hanya ada satu naskah dalam bentuk tidak sempurna, tidak semua halaman ada, maka oleh sebab itu, metode yang digunakan adalah metode naskah tunggal dengan cara kerja edisi diplomatic dan standar. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam edisi standar ini sebagai berikut;
a. Menerbitkan naskah dengan cara membetulkan kesalahan-kesalahn kecil dan ketidak jelasan yang ada dalam teks, dan ejaan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
b. Dilakukan pengelompokan kata, pembagian kalimat, pungtuasi, dan diberikan komentar mengenai kesalahan-kesalahan teks.
c. Pembetulan yang tepat dilakukan, atas dasar pemahaman yang sempurna sebagai hasil perbandingan dengan naskah –naskah sejenis atau halaman-halaman lainnya.
d. Semua perubahan dicatat dan dikumpulkan agar bisa diketahui oleh pembaca, sebagai bahan koreksi selanjutnya.
e. Semua usaha perbaikan harus disertai pertanggungjawaban dengan metode rujukan yang tepat.[2]
Sedangkan edisi diplomatik dengan cara memfoto copy naskah yang ada. Hal ini sebagai upaya untuk menjaga naskah yang asli.
VI. Transliterasi
Adapun pedoman trasliterasi huruf Arab ke huruf latin bagi kata-kata yang belum banyak dikenal di dalam bahasa Indonesia, penulis menggunakan pedoman, sebagaimana yang digunakan oleh Bapak Dr.Maharsi, yang mengacu pada pedoman trasliterasi Arab –Latin yang disusun oleh Chamamah Soratno ( 1991 :xii) dengan sedikit perubahan.
1. Konsonan
ا :a ز :z ق :q
ب :b س :s ك :k
ت :t ش :sy ل :l
ث :ts ص :sh م :m
ج :j ض :dh ن :n
ح :ch ط :th و :w
خ :kh ظ :zh ه :h
د :d ع :’ ء :’
ذ :dz غ :gh ي :y
ر :r ف :f
2. Vokal
a. Vokal pendek b.Vokal Panjang c. Diftong
_ :a ا _ :ã و _ : au
_ :i ي _ :î ي _ : ai
_ :u و _ :û
2. Tasydid
Perangkapan (at-tasydid) selalu ditulis dengan pengulangan konsonan (konsonan rangkap) yang bersangkutan, seperti kata Arab ربّنا dan نزّّل ditransliterasikan menjadi rabbanã dan nazzala.
3. Kata sandang
Kata sandang yang diikuti huruf syamsyiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang mengikuti kata itu, serta dihubungkan dengan tanda sempang (-), seperti kata Arab الشافعي ditransliterasikan menjadi asy-syãfi’î. Sementara itu, kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai bunyinya, yaitu bunyi ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sempang (-), seperti kata Arab العبد الفقير ditransliterasikan menjadi al-‘abdul-faqîr.
VII. Penyuntingan Naskah (hal.49-50).
Dalam penyuntingan penulis menggunakan tanda-tanda, seperti;
{……} = hadis Nabi dalam bahasa Arab, atau belum diterjemahkan.
[……] = tulisan yang diperbaiki atau dirubah oleh penulis
<….> = tambahan dari penulis
“….” = terjemahan firman Allah dan sabda Nabi, atau perkataan seseorang
ulama
( ? ) = kalimat yang dibuang dari teks/naskah asli, karena tidak bisa dipahami
maksudnya.
Foot note = untuk mengetahui mana yang diperbaiki, ditambah, dikurang, maka
penulis juga memberi catatan kaki.
Mawã’izh al-Badî’
(Halaman 49-50)
Dan lagi sabda Nabi shallal-lahu ’alaihi was-salam: “Bermula orang yang alim dengan tiada amal itu seperti rudu’ [3]dengan tiada hujan, bermula kaya dengan tiada murah itu seperti kayu dengan tiada berbuah, bermula orang papa[4] dengan tiada sabar itu seperti [sungai][5] dengan tiada air, bermula raja dengan tiada adil itu, seperti kambing dengan tiada orang yang [mengembala][6], bermula orang muda dengan tiada taubat itu, seperti rumah dengan tiada atap, bermula perempuan dengan tiada malu itu, seperti makanan dengan tiada [garam][7], dan lagi sabda Nabi shallal-lahu ‘alaihi was-salam: Bermula menuntut [pengajaran][8] daripada seteru[9] itu mustahil, dan menuntut khidmat daripada orang yang jahil itu mustahil, dan menuntut surga dengan [ ketiadaan][10] amal itu mustahil, dan menuntut sempurna daripada perempuan mustahil”,[11]
Dan [lagi][12] sabda Nabi shallal-lahu ‘alaihi wassalam:{ Al-Jannatu lil [Muthî’i][13] walau kãna [‘abdan][14] habasyiyyan} “Bermula surga itu [bagi][15] orang yang berbuat ta’at, dan jikalau ada ia hamba yang habsyi sekalipun”, {Wan-nãru lil Ma’ãshî walau kãna sayyidan qurayyisyan,}[16] “dan neraka itu [bagi][17] orang yang berbuat maksiat, dan jikalau ada ia sayyid [lagi[18]] quraisy sekalipun.”
Dan [lagi][19] sabda Nabi shallal-lahu ‘alahi wassalam: “Bahwasanya [tamu][20] apabila masuk ia kedalam rumah saudaranya yang Islam, [niscaya][21] masuklah sertanya itu seribu berkat dan seribu rahmat dan mengampuni oleh Allah ta’ala -(akhir hal 49)- akan segala dosa orang yang [bertamu][22] itu, dan jika adalah dosa [mereka itu][23] terlebih banyak daripada air laut dan daun segala kayu sekalipun, dan memberi akan [mereka itu][24] oleh Allah Ta’ala dengan tiap-tiap sesuatu [seperti][25] yang memakan akan dia oleh [tamu][26] itu, akan satu haji dan satu umrah yang makbul[27] keduanya, dan memperbuat oleh AllahTa’ala [bagi][28] mereka itu, akan satu[ kampung][29] didalam surga, dan [barangsiapa][30] memulia
( Pengajaran yang ketiga puluh Sembilan)
Berkata ( ? )[34] wali Allah yang bernama Abu Yazid al-Bustami[35] rahimatul-lãh ‘alaihi: “Lagi aku [pergi][36] menanyai empat masalah, kepada empat ribu empat ratus empat puluh mimbar[37], tiada aku dapat akan jawab
VIII. Kritik Teks
Naskah (hal 49-50) ini, dari segi isi atau materi cukup menarik dan sangat berharga, hal ini wajar karena ditulis oleh seorang ulama Nusantara berkaleber Internasional, dan mempunyai ilmu yang luas, baik ilmu zhahir (syarî’at) maupun ilmu bathin ( tasawuf), namun tentu saja, dalam hal penulisan, terlepas dari isi dan salinan siapa naskah ini, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, karena tidak sesuai dengan ejaan sekarang, yang hal tersebut apabila tidak diperbaiki, maka akan menyulitkan pembaca untuk memahami arti dan maksud penulis sendiri, diantaranya adalah;
a. Huruf arab ( ك ) digunakan untuk mengucapkan dua huruf kata yang berbeda, yaitu, ( G ) dan ( K ), contoh:
G= ك : Garam =كارم , Lagi=لاك
K= ك : Jikalau =جكلو, Sekalipun سكلفون=
b. Ada huruf yang jauh berbeda dengan huruf dalam bahasa Indonesia, seperti ( ج) ditulis untuk huruf ( T), contoh:
T=ج : Tamu= جامو
c. Ke-tidakkonsisten-an dalam penulisan huruf-huruf, seperti, ( ng ), kadang ditulis dengan huruf ( غ), dan ada juga dengan huruf ( ق ), contoh;
Ng= غ dengan =دغن /orang yang=اورغيغ
Ng=غ sungai =سوغي
Ng=ق pengajaran=فقاجران
d. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab melayu yang kadang terlalu singkat,sehingga tidak sesuai dengan ejaan sekarang, oleh sebab itu perlu adanya penambahan, seperti;
· (memuliakan) dalam teks tertulis (memulia)
· (mengembala) dalam teks tertulis (mengebala)
e. Adanya huruf yang hilang dalam penulisan hadis, atau salah dalam memberi syakal (baris) contoh; ( للمطيعِ ), tertulis dalam teks ( للمطيعَ)
( عبداً ), dalam teks tertulis ( عبدً ) tanpa alif.
(سيدًا ), dalam teks tertulis ( سيدً ( tanpa alif
IX. Kesimpulan
Studi filologi memerlukan kesabaran, keteletian, kecermatan, ketekunan, dan waktu yang dipandang relative lama dalam menangani naskah-naskah lama. Hal tersebut dapat dimaklumi karena naskah-naskah yang dihadapi peneliti pada umumnya merupakan naskah-naskah yang dipandang tidak sehat. Secara fisikpun, penampialn naskah kelihatan lusuh, tidak menarik, dan membosankan, sehingga sedikit banyak mempengaruhi sikap pembaca terhadap naskah tersebut.
Naskah (hal 49-50) karya Syekh Abdurra’ûf al-Sinkili ini berisi tentang tasawuf, atau akhlak yang berdasarkan dari empat bagian, yaitu; sabda Nabi saw. dan cerita seorang sufi yang bernama Abu Yazid al-Busthamy; sabda Nabi disini ( walaupun penulis tidak dapat atau belum menemukan matan hadis tersebut) disini diungkapkan bahwa, pertama; ilmu harus dengan amal, kaya harus pemurah, raja harus adil, perempuan harus mempunyai sifat malu, kedua; surga bagi orang yang taat, sedangkan neraka bagi orang yang maksiat, ketiga; seorang muslim wajib memuliakan dan menghormati tamu dengan menjamunya, keempat; bagian terakhit ini menceritakan kisah Abu Yazid al-Bustamy yang mengadu kepada Allah dihadapan ka’bah,tentang cara agar agama dan iman terpelihara.
Dari kilasan tersebut, naskah ini cukup menarik, namun karena naskah ini ditulis pada zamannya, yang tentu saja sudah jauh berbeda dengan sekarang, banyak kata yang sulit untuk dipahami dan dimengerti serta tidak sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia sekarang, oleh sebab itu, dengan adanya upaya penyuntingan dan transliterasi ini, diharapkan dapat membantu pembaca untuk bisa memahami lebih jauh isi naskah tersebut. Amin amin ya rabbal ‘alamin.
[1] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Islam Nusantara,( Mizan, Bandung, 1994 ),h.102
[2] Diambil dari beberapa leteratur dan print out catatan kuliah.
[3]Petir
[4] miskin
[5]Dalam naskah tertulis: Sugai= سوغي
[6] Dalam naskah tertulis :Mengebala=مغبال
[7]Dalam naskah tertulis: Karam=كارم
[8] Dalam naskah tertulis :Pekajaran=فقاجران
[9] musuh
[10] Dalam naskah tertulis : كندان
[11] Dalam penelusuran diberbagai kitab hadis, penulis belum menemukan hadis ini?
[12] Dalam naskah tertulis: laki :لاك
[13] Dalam naskah tertulis:lil-muthî’a:للمطيعَ
[14] Dalam naskah tertulis:عبدً tanpa alif
[15] Dalam naskah tertulis: baki:بك
[16] Dalam penulusuran penulis belum menemukan Hadis ini.?
[17] Dalam naskah tertulis: baki:بك
[18] Dalam naskah tertulis: laki :لاك
[19] Dalam naskah tertulis: laki :لاك
[20] Dalam naskah tertulis :Jamu:جامو
[21] Dalam naskah tertulis: nisjaya :نسجاي
[22] Dalam naskah tertulis :Berjamu:برجامو
[23] Dalam naskah tertulis: merekatu :مريكت
[24] Dalam naskah tertulis: merekatu :مريكت
[25] Dalam naskah tertulis: sup:سوف
[26] Dalam naskah tertulis :Jamu:جامو
[27] Maksudnya: diterima
[28] Dalam naskah tertulis: baki:بك
[29] Dalam naskah tertulis: ( كمعع ) .
[30] Dalam naskah tertulis: baragsiapa:برغسياف
[31]Tambahan penulis ( Dalam naskah tertulis: memulia.)
[32] Dalam naskah tertulis :Jamu:جامو
[33]Tambahan penulis ( Dalam naskah tertulis: memulia.)
[34] Dalam naskah tertulis: Allah Ta’ala
[35] Thaifur bin Isa bin Sarusyan al-Basthamy( 188-265 H/804-875 M) ahli tasauf, zahid, menurut para orientalis beliau menganut aliran wahdatul wujud ( kesatuan) dan mazhab fana.( Lih; Fakhruddin al-Zarkali, al-A’alam, ( dar al-Ilm Lil Malayin,Beirut c.15), juz.3h. 235. Atau Muhammad bin Mansur at-Tamimy al-Sam’any, c.2,juz.2,h.213
[36] Dalam naskah tertulis: per:فر
[37] Majlis ilmu/halaqah.( ini pendapat penulis sendiri ).
[38] Dalam naskah tertulis :jawabnya
[39] Pegang
[40] Dalam naskah tertulis :mepupat=مفوفت